Minggu, 23 November 2014

kemampuan berbicara dan bermain peran




A.    Hakikat Kemampuan Berbicara
1.      Pengertian Kemampuan
Memberi bekal kemampuan berhitung pada anak sejak dini untuk membekali kehidupan anak di masa yang akan datang di rasa sangat penting. Istilah kemampuan dapat didefinisikan dalam berbagai arti, salah satunya menurut Munandar ( Ahmad susanto, 2011:97), “ kemampuan merupakan daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan”.
            Senada dengan munandar, robin ( Ahmad Susanto,2011:9) menyatakan bahwa kemampuan merupakan suatu kapasitas berbagai tugas dalam suatu pekerjaan tertentu. Dengan demikian, kemampuan adalah potensi atau kesanggupan seseorang yang merupakan bawaan dari lahir dimana potensi ata keanggupan ini dihasilkan dari pembawaan dan juga latihan yang mendukung seseorang untuk menyelesaikan tugasnya.
            (Hasan Alwi, 2003:145) menyatakan dalamus besar bahasa Indonesia kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti bisa atau dapat, kemudian mendapat awalan ke- dan akhiran –an, yang selanjutnya menjadi kata. Kemampuan mempunyai arti menguasai berasal dari nomina yang sifatnya manasuka. Fathurohmah (2010, hal. 44) pengertian kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan, atau potensi bawaan sejak lahir atau hasil latihan yang dapat digunakan untuk melakukan suatu perbuatan.
            Menurut Robbins dalam Universitas Kristen Petra, kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktik. Ia mengatakan, bahwa kemampuan (ability) adalah kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktik dan digunakan untuk mengerjakan suatu yang diwujudkan melalui tindakannya ( abynajwa.blogspot.com diunduh pada tanggal 29 Oktober 2014).
            Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kecakapan atau potensi menguasai keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir untuk melakukan tgas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan awal serta didikmerupakan prasarat yang diperlukan peserta didik dalam mengikuti proes belajar mengajar selanjutnya. Proses belajar mengajar kemampuan awal peserta didik dapat menjadi titik tolak untk membekali peserta didik agar dapat mengembangkan kemampuan baru.

2.      Kemampuan Berbicara Melalui Metode Bermain Peran
Kemampuan yang diharapkan dalam penggunaan metode bermain peran dalam meningkatkan kemampuan berbicara dapat dilaksanakan melalui penguasaan materi, keterlibatan guru, pemberian motivasi pada anak, mengeksplorasi dan pengayaan.
Upaya peningkatan kemampuan berbicara melalui metode bermain peran adalah sebagai berikut:
a.       Bermain Peran harus diberikan secara bertahap dan tidak boleh menilai baik buruk terhadap peran yang dimainkan terutama dalam hal perasaan anak didik;
b.      Guru harus mampu sebagai dinamisator sehingga  mampu mengeksplorasi permasalahan dari berbagai dimensi dengan kata lain guru harus bisa menangkap esensi dan pandangan peserta didik, merefleksinya dan menyesuaikannya dengan baik;
c.       Anak didik harus dibuka wawasannya karena terdapat beberapa alternatif pemeran dalam suatu alur cerita dengan konsekuensi yang menyertainya,
d.      Mengkaji ketepatan masalah.( Nurbiana, 2005, 7.6 )
Dengan diterapkannya  metode bermain peran diharapkan akan dapat meningkatkan kemampuan anak dalam berbicara dan kegiatan pembelajaran akan menyenangkan, tidak membosankan, belajar dengan bergairah dengan menggunakan berbagai sumber belajar, anak aktif dan kreatif.

B.     Pengertian Metode Bermain Peran
1.      Pengertian Bermain Peran
Peran dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan dan tindakan, sebagai suatu pola hubungan unik yang ditunjukkan oleh individu terhadap individu lain. Peran yang dimainkan individu dalam hidupnya dipengaruhi oleh persepsi individu terhadap dirinya dan terhadap orang lain. Oleh sebab itu, untuk dapat berperan dengan baik, diperlukan pemahaman terhadap peran pribadi dan orang lain. Pemahaman tersebut tidak terbatas pada tindakan, tetapi pada faktor penentunya, yakni perasaan, persepsi dan sikap. Bermain peran berusaha membantu individu untuk memahami perannya sendiri dan peran yang dimainkan orang lain sambil mengerti perasaan, sikap dan nilai yang mendasarinya.
Bermain peran dalam  pembelajaran merupakan usaha untuk memecahkan masalah melalui peragaan, serta langkah-langkah identifikasi masalah, analisis, pemeranan, dan diskusi. Untuk kepentingan tersebut, sejumlah peserta didik bertindak sebagai pemeran dan yang lainnya sebagai pengamat. Seorang pemeran harus mampu menghayati peran yang dimainkannya. Melalui peran, peserta didik berinteraksi dengan orang lain yag juga membawakan peran tertentu sesuai dengan tema yang dipilih.
Selama pembelajaran berlangsung, setiap pemeranan dapat melatih sikap empati, simpati, rasa benci, marah, senang, dan peran lainnya. Pemeranan tenggelam dalam peran yang dimainkannya sedangkan pengamat melibatkan dirinya secara emosional dan berusaha mengidentifikasikan perasaan dengan perasaan yang tengah bergejolak dan menguasai pemeranan.
Menurut  Dr. E. Mulyasa, M.Pd. (2004:141) terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku dan nilai-nilai social, yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar lainnya. Keempat asumsi tersebut sebagai berikut:
1)      Secara implisit bermain peran mendukung sustau situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi ‘’di sini pada saat ini’’. Model ini percaya bahwa sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan analogy mengenai situasi kehidupan nyata. Tewrhadap analogy yang diwujudkan dalam bermain peran, para peserta didik dapat menampilkan respons emosional sambil belajar dari respons orang lain.
2)      Bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban emosional merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis bermain peran yang lebih menekankan pada penyembuhan). Namun demikian, terdapat perbedaan penekanan antara bermain peran dalam konteks pembelajaran dengan psikodrama. Bermain peran dalam konteks pembelajaran memandang bahwa diskusi setelah pemeranan dan pemeranan itu sendiri merupakan kegiatan utama dan integral dari pembelajaran; sedangkan dalam psikodrama, pemeranan dan keterlibatan emosional pengamat itulah yang paling utama. Perbedaan lainnya, dalam psikodrama bobot emosional lebih ditonjolkan daripada bobot intelektual, sedangkan pada bermain peran peran keduanya memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran.
3)      Model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan. Denagn demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaauntuk mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Oleh sebab itu, model mengajar ini berusaha mengurangi peran guru yang teralu mendominasi pembelajaran dalam pendekatan tradisional.
4)      Model bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan dan system keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan. Dengan demikian, para pserta didik dapat menguji sikap dan nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan orang lain, para peserta didik sulit untuk menilai sikap dan nilai yang dimilikinya.
Terdapat tiga hal yang menentukan kualitas dan keefektifan bermain peran sebagai model pembelajaran, yakni (1) kualitas pemeranan, (2) analisis dalam diskusi, (3) pandangan peserta didik terhadap peran yang ditampilkan dibandingkan dengan situasi kehidupan nyata.
Metode Bermain Peran ini dikategorikan sebagai metode mengajar yang berumpun pada metode perilaku yang diterapkan dalam pengajaran Karakteristiknya adalah adanya kecenderungan memecahkan tugas belajar dalam sejumlah perilaku yang berurutan, kongkrit dan dapat diamati. Secara eksplisit dapat dikatakan bahwa bermain peran dapat ditujukan untuk memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan antar manusia (human relations problems) yang berkaitan dengan kehidupan anak didik.

2.      Jenis Bermain Peran
Bermain peran mikro, anak-anak belajar menjadi sutradara, memainkan boneka, dan mainan berukuran kecil seperti rumah-rumahan, kursi sofa mini, tempat tidur mini (seperti bermain boneka barbie). Biasanya mereka akan menciptakan percakapan sendiri. Dalam bermain peran makro, anak berperan menjadi seseorang yang mereka inginkan. Bisa mama, papa, tante,polisi, sopir, pilot, dan sebagainya.
Saat bermain peran ini bisa menjadi ajang belajar bagi mereka, baik belajar membaca, berhitung, mempelajari proses/alur dalam mengerjakan sesuatu, mengenal tata tertib/tata cara di suatu tempat, yang semua ada dalam kehidupan kita. Tentu saja kita hanya cukup memberikan informasi sebelum mereka mulai bermain, dan atau lebih bik kalo kita terlibat dalam permainan tersebut agar kita bisa menggali imaginasi dan mengenalkan informasi yang ingin kita kenalkan.
Contohnya saja: Kita ingin mengenalkan tentang Ikan (jenis, bagaimana ikan bisa terhidang di meja makan, kandungan gizi,profesi halal). Layout tempat bermain peran ini bisa diatur sedemikian rupa menjadi beberapa tempat yang berfungsi sebagai rumah, pasar, pantai, jangan lupa selalu sediakan space untuk masjid. Sediakan peralatan yang mendukung, tentu saja boleh buatan sendiri misal pancing-pancingan, jala-jalaan, kotak dijadikan sebagai timbangan. Harus ada uang mainan (tanamkan konsep bahwa agar ikannya halal untuk dimakan harus dibeli menggunakan uang) Kenalkan proses distribusi mulai dari ikan ditangkap nelayan, dijual ke pasar ikan, dibeli oleh pembeli dan dimasak oleh ibu (secara tidak langsung mengenalkan profesi halal). Saat makan, informasikan kandungan gizi apa saja yang ada dalam ikan. Untuk menuansakan agama, selalu diupayakan ada adzan di sela-sela mereka bermain, tidak lain membiasakan anak untuk berhenti bermain, melaksanakan sholat berjamaah, sesudah itu boleh meneruskan bermain. Pasang tulisan informasi jenis ikan (misal di kotak tempat ikan di pasar), nama tempat (masjid, pasar ikan, rumah keluarga Amir). Kalo unsur berhitung, bisa saat menghitung ikan yang ditangkap atau yang dibeli.tentu saja semua informasi dikenalkan melalui percakapan antar pemain.
3.      Tahap-tahap Bermain Peran di Taman Kanak- Kanak
Menurut Shaftel (1967) mengemukakan sembilan tahap bermain peran yang dapat dijadikan pedoman dalam pembelajaran:
a.       Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik,
b.      Memilih partisipan/peran,
c.       menyusun tahap-tahap peran,
d.      menyiapkan pengamat,
e.       pemeranan,
f.       diskusi dan evaluasi,
g.      pemeranan ulang,
h.      diskusi dan evaluasi tahap dua,
i.        membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan.

Kesembilan tahap tersebut dijelaskan sebagai berikut. Menghangatkan suasana kelompok termasuk mengantarkan peserta didik terhadap masalah pembelajaran yang perlu dipelajari. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah, menafsirkan cerita dan mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran yang akan dimainkan. Masalah dapat diangkat dari kehidupan peserta didik, agar dapat merasakan masalah itu hadir dihadapan mereka, dan memiliki hasrat untuk mengetahui bagaimana masalah yang hangat dan actual, langsung menyangkut kehidupan peserta didik, menarik dan merangsang rasa ingin tahu peserta didik, serta memungkinkan berbagai alternative pemecahan. Tahap ini lebih banyak dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik agar tertarik pada masalah karena itu tahap ini sangat penting dalam bermain peran dan paling menentukan keberhasilan (abynajwa.blogspot.com diunduh pada tanggal 01 Nopember 2014).
Jadi Bermain peran akan berhasil apabila peserta didik menaruh minat dan memperhatikan masalah yang diajukan guru. Memilih peran dalam pembelajaran, tahap ini peserta didik dan guru mendeskripsikan berbagai watak atau karakter, apa yang mereka suka, bagaimana mereka merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan, kemudian para peserta didik diberi kesempatan secara sukarela untuk menjadi pemeran. Jika para peserta didik tidak menyambut tawaran tersebut, guru dapat menunjuk salah seorang peserta didik yang pantas dan mampu memerankan posisi tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TANYA UT