A. Kajian Teori
1.
Pengertian
sosialisasi
Secara
konseptual terdapat sejumlah pengertian dan batasan sosialisasi yang
dikemukakan oleh para ahli menurut Nasution dalam Idi dan Safarina (2010: 100)
menuturkan bahwa sosialisasi merupakan proses bimbingan individu ke dalam dunia
sosial. Sosialisasi dilakukan dengan mendidik individu tentang kebudayaan yang
harus dimiliki dan diikutinya, agar anak
menjadi anggota yang baik dalam masyarakat dan dalam berbagi kelompok khusus,
sosialisasi dapat dianggap sama dengan pendidikan.
Berdasarkan definisi sosialisasi Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu
mengatasi segala permasalahan yang timbul sebagai hasil interaksi dari
lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai aturan norma yang
berlakuSantoso Soegeng (2006 : 7.3).
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli
tentang sosialisasi menurut Lazarus dalam Ahmadi (2007: 154)
mengatakan proses sosialisasi adalah proses akomondasi, dimana individu
menghambat atau mengubah impuls-impuls sesuai dengan tekanan lingkungan, dan
mengembangkan pola-pola nilai dan tingkah laku yang baru sesuai dengan
kebudayaan masyarakat.
Sedangkan Menurut
Masitoh, Setiasih,
Djoehaeni (2005: 11)
perkembangan sosial adalah perkembangan perilaku anak dalam menyesuakan diri
dengan aturan-aturan masyarakat dimana anak-anak itu berada. Perkembangan
sosial anak merupakan hasil belajar, bukan hanya sekedar kematangan dan
kesempatan belajar dari berbagai respon terhadap dirinya. Bagi anak prasekolah,
kegiatan bermain menjadikan fungsi sosial anak semakin berkembang. Tatanan
sosial yang baik dan sehat serta dapat membantu anak dalam mengembangkan konsep
diri yang positif akan menjadikan perkembangan sosialisasinya akan menjadi
lebih optimal.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sosialisasi
adalah proses dimana individu masuk kedalam dunia sosial dan dimana individu
mampu bersosialisasi dengan masyarakat sekitar dan mampum menyesuaikan keadaan
lingkungan sekitar
2.
Pengembangan
Sosial Melalui Tahapan Bermain Sosial
Aktivitas bermain bagi seorang anak
memiliki peranan yang cukup besar dalam mengembangkan kecakapan sosialnya
sebelum anak mulai berteman. Aktivitas bermain menyiapkan anak dalam menghadapi
pengalaman sosialnya. Sikap yang dapat dikembangkan melalui kegiatan bermain,
antara lain berikut ini
Nugraha (2006: 1.21) secara umum
menyatakan bahwa pengembangan sosial pada anak usia dini adalah:
a.
Sikap sosial
Bermain dapat mendorong anak untuk
meninggalkan pola berpikir egosentrisnya. Dalam situasi bermain anak ‘dipaksa’
untuk mempertimbangkan sudut pandang teman
bermainya sehingga anak
kurang egosentris. Dalam permainan, anak belajar bekerja sama untuk mencapai
tujuan bersama. Mereka mempunyai kesempatan untuk belajar menunda kepuasan
sendiri selama beberapa menit, misalnya saat menunggu giliran bermain. Sehingga dapat terdorong untuk
belajar berbagi, bersaing dengan jujur, menang atau kalah dengan sportif,
mempertahankan haknya, dan peduli terhadap hak-hak orang lain. Lebih laijut anak pun akan belajar makna
kerja tim dan semangat tim.
b.
Belajar berkomunikasi
Untuk
dapat bermain dengan baik bersama orang lain anak harus bisa mengerti dan di
mengerti oleh teman-temanya. Hal ini mendorong anak untuk belajar bagaimana
berkomunikasi dengan baik, bagaimana membentuk hubungan sosial, bagaimana
menghadapi dan memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam hubungan tersebut.
c.
Belajar mengorganisasi
Saat
bermain bersama orang lain, anak juga berkesempatan belajar berorganisasi.
Bagaimana anak
harus melakukan pembagian ‘peran’ di antara mereka yang turut serta dalam
permainan tersebut, misalnya siapa yang menjadi guru dan siapa yang menjadi
muridnya.
d.
Lebih menghargai orang
lain dengan perbedaan-perbedaan
Bermain
memungkinkan anak mengembangkan empatinya. Saat bermain dalam sebuah peran,
misalnya anak tidak hanya memerankan identitas tokoh, tetapi juga
pikiran-pikiran dan perasaan- perasaan tokoh tersebut. Permainan membantu anak
membangun pemahaman yang lebih baik atas orang lain, lebih toleran, serta mampu
berlapang dada terhadap perbedaan-perbedaan yang dijumpai.
e.
Menghargai harmoni dan
kompromi
Saat
dunianya semakin luas dan kesempatan berinteraksi semakin sering dan bervariasi
maka akan tumbuh kesadaranya akan makna peran sosial, persahabatan, perlunya
menjalin hubungan serta perlunya strategi dan diplomasi dalam hubungan orang
lain. Anak tidak akan begitu saja merebut mainan teman, misalnya anak tau akan kosekuensi
ditinggalkan atau dimusuhi.
Berdasarkan
beberapa definisi diatas dapat disimpulkan pengembangan
sosial melalui tahapan sosial bahwa saat anak bermain memungkinkan
mengembangkan empatinya dan semakin sering berinteraksi dapat menumbuh
kembangkan sifat kesadaran anak untuk berbagi dan lebih bisa menghargai dirinya
sendiri dan orang lain.
3.
Media
Sosialisasi dalam Kehidupan
Menurut Idi
(2011: 112), terdapat
sejumlah media sosialisasi, yaitu:
a.
Keluarga adalah yang merupakan orang
petama yang mengajarkan hal-hal yang berguna bagi perkembangan dan kemajuan
hidup manusia adalah anggota keluarga. Orang tua atau keluarga harus
menjalankan fungsi sosialisasi.
b.
Teman sepermainan dan
sekolah, yang merupakan lingkungan sosial kedua bagi anak setelah keluarga,
dalam kelompok ini anak akan menemukan berbagai nilai dan norma yang berbeda
bahkan bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut dalam keluarga. Melalui
lingkungan sekolah dan teman sebaya anak mulai mengenal harga diri, citra diri,
dan hasrat pribadi.
c.
Lingkungan bekerja yang
merupakan proses sosialisasi selanjutnya. Tempat kerja mulai brorganisasi
secara nyata dalam suatu sistem. Sejumlah hal yang perlu dipelajari dalam
lingkungan kerja, misalnya bagaimana menyelesaikan pekerjaan, bagaimana bekerja
sama dengan bagian lain, dan bagaimana beradaptasi dengan rekan kerja.
d.
Media massa, yang
merupakan sarana dalam proses sosialisasi karena media banyak memberikan
informasi yang dapat menambah wawasan untuk memahami keberadaan manusia dan
berbagai permasalahan yang ada dilingkungan sekitar.
Berdasarkan
beberapa definisi diatas dapat disimpulkan pengembangan
media sosialisasi dalam kehidupan
keluarga,lingkungan sekolah, lingkungan bekerja dan media massa sangat
berperan penting untuk kehidupan manusia karna dapat memberi
informasi-informasi yang baru dan dapat menambah wawasan baru yang ada
dilingkungan sekitar.
4.
Tahapan
pembentukan sosialisasi pada anak
Suyanto
(2005:105) berpendapat ada beberapa
teori pembentukan sosialisasi yaitu:
a.
Lev Vygotsky menurutnya,
interaksi sosial memegang peranan terpenting dalam perkembangan kognitif anak.
Anak belajar melalui dua tahapan. Pertama, melalui interaksi dengan orang lain,
baik keluarga, teman sebaya, maupun gurunya. Kedua, secara individual anak menginteraksikan apa
yang dipelajari dari orang lain kedalam struktur mentalnya.
b.
Albert Bandura dikenal dengan social learning theory (teori belajar
sosial). Fokus teori ini ialah bagaimana anak-anak belajar perilaku sosial,
seperti bekerja sama, sharing
(berbagi), atau perilaku negatif, seperti berkelahi, bertengkar, dan menyerang.
Berdasarkan
beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengembanganinteraksi
sosial memegang peranan terpenting dalam perkembangan kognitif anak dan anak sudah mampu untuk bekerja sama, dan anak
mampu berinteraksi sesuai dengan pembelajaran yang sudah dipelajari dari
lingkungan sekitar.
5.
Adapun beberapa Faktor yang mempengaruhi sosialisasi yaitu:
a.
Sifat dasar merupakan
keseluruhan potensi-potensi yang diwarisi seseorang dari ayah dan ibunya. Sifat
dasar ini terbentuk pada saat konsepsi, yaitu momen bertemunya sel betinya pada
saat pembuahan.
b.
Lingkungan prenatal
adalah lingkungan dalam kandungan ibu. Sel telur yang sudah dibuahi pada saat
konsepsi itu berkembang sebagai embrio dan fetus dalam lingkungan prenatal itu.
c.
Perbedaan perorangan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses sosialisasi. Sejak anak
dilahirkan tumbuh dan berkembangsebagai individu yang unik berbeda dari
individu- individu yang lain. Anak
bersikap selektif terhadap pengaruh-pengaruh dari lingkungan.
d.
Lingkungan alam
kondisi-kondisi disekitar individu yang mempengaruhi proses sosialisasi, antara lain sebagai berikut:
1)
Lingkungan alam, yaitu
keadaan tanah, iklim, flora dan fauna disekitar individu.
2)
Kebudayaan, yaitu cara
hidup masyarakat tempat individu itu hidup kebudayaan ini mempunyai aspek
material (rumah perlengkapan hidup, hasil-hasil teknologi lainya) dan aspek non
material (nilai-nilai, pandangan hidup, adat istiadat dan sebagainya)
3)
Manusia lain dan
masyarakat disekitar individu, pengaruh manusia lain dan masyarakat dapat
memberi stimulasi atau membatasi proses sosialisasi.
Berdasarkan
faktor-faktor yang mempengaruhi sosialisasi dapat penulis simpulkan bahwa Sejak
anak dilahirkan tumbuh dan berkembang sebagai individu yang unikberbeda dari
individu- individu yang lain Perbedaan perorangan merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi proses sosialisasi.
B.
Bermain Kucing dan Tikus
1.
Bermain dan Permainan Anak Usia dini
Menurut Tadkiroatun Musfiroh (2005:
2) Bermain dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan demi kesenangan dan
tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Kegiatan tersebut dilakukan secara suka
rela, tanpa paksaan atau tekanan dari pihak luar. (Hurlock, dalam Tadkiroatun
Musfiroh 2005: 2)
Walaupun sama-sama mengandung unsur
aktivitas, bermain dibedakan dari bekerja. Bekerja merupakan kegiatan yang
berorientasi pada hasil akhir, sedangkan bermain tidak. Hasil akhir dalam
kegiatan bermain bukanlah sesuatu hal yang penting. Kegiatan dalam bermain
menimbulkan kesenagan bagi pelakunya, sedangkan dalam bekerja efek tersebut
tidak selalu muncul.
Meskipun definisi bermain dan
bekerja dapat dibedakan, tetapi mengklasifikasikan suatu kegiatan ke dalam dua
kategori tersebut, bukanlah hal mudah. Artinya, hampir tidak ada satu kegiatan
pun yang dapat diklasifikasikan secara eksklusif. Apakah suatu kegiatan
termasuk dalam satu kategori tertentu, tidak saja ditentukan oleh kegiatan itu
sendiri melainkan juga oleh sikap individu terhadap aktivitas tersebut.
Kegiatan menggambar, misalnya, dapat dikategorikan sebagai bermain dan dapat
pula dikategorikan sebagai bekerja. Apabila anak melakukannya dengan tujuan
kesenangan, maka anak melakukan kegiatan bermain.
Sebaliknya, apabila anak
melakukannya dengan tujuan menyelesaikan tugas, maka kegiatan itu tergolong
sebagai bekerja. Bermain bagi anak berkaitan dengan peristiwa, situasi,
iteraksi, dan aksi. Bermain mengacu pada aktivitas seperti berlaku pura-pura
dengan benda, sosiodrama, dan permainan yang beraturan. Bermain berkaitan
dengan tiga hal, yakni keikutsertaan dalam kegiatan, aspek afektif, dan
orientasi tujuan. Lebih lanjut anak-anak mengatakan bahwa bermain bersifat mana
suka, sedangkan bekerja tidak demikian. Bermain dilakukan karena ingin dan
bekerja dilakukan karena harus. Bermain berkaitan denagn kata “dapat” dan
bekerja berkaitan dengan kata “harus”. Bagi anak-anak, bermain adalah aktivitas
yang dilakukan karena ingin, bukan karena harus memenuhi tujuan atau keinginan
orang lain. Bermain tidak memerlukan konsentrasi penuh, tidak memerlukan
pemikiran yang rumit. Sebaliknya, bekerja menuntut konsentrasi penuh, harus
belajar, dan menggunakan pikiran secara tercurah. Anak juga memandang bermain
sebagai kegiatan yang tidak memiliki target. Mereka dapat saja meninggalkan
kegiatan bermainkapan pun mereka mau, dan sebaliknya, bekerja memiliki target.
Mereka dapat saja meninggalkan kegiatan bermain kapan pun mereka mau, dan
sebaliknya, bekerja memiliki target, harus diselesaikan, dan tidak dapat
berbuat sekehendak hati. Bagi mereka, bermain adalah kebutuhan sedangkan
bekerja adalah sebuah keharusan. (Wing, dalam Tadkiroatun Musfiroh 2005: 4 ).
Menurut Montolalu, dkk (2009: 1.2)
dunia anak adalah dunia bermain. Bermain terungkap dalam berbagai bentuk
apabila anak-anak sedang beraktifitas. Dalam kehidupan anak, bermain mempunyai
arti yang sangat penting. Dapat di katakana bahwa setiap anak yang sehat selalu
mempunyai dorongan untuk bermain sehingga dapat dipastikan bahwa anak yang
tidak bermain-main pada umumnya dalam keadaan sakit, jasmaniah ataupun
rohaniah.
Menurut Sofia Hartati, (2005: 85)
mengemukakan bermain adalah sebuah sarana yang dapat mengembangkan anak secara
optimal. Sebab bermain berfungsi sebagai kekuatan, pengaruh terhadap
perkembangan, dan lewat bermain pula didapat pengalaman yang penting dalam
dunia anak. Hal inilah yang menjadi dasar dari inti pembelajaran pada anak usia
dini.
Sedangkan menurut Moeslichatun
(2004: 32) bermain juga merupakan tuntutan dan kebutuhan yang esensial bagi
anak TK. Melalui bermain anak akan dapat memuaskan tuntutan dan kebutuhan
perkembangan dimensi motorik, kognitif, kretivitas, bahasa, emosi, sosial,
nilai, dan sikap hidup.
Menurut Hidayatullah (2008: 5)
permainan adalah berbagai bentuk kompetisi bermain penuh yang hasilnya
ditentukan oleh: keterampilan fisik, strategi, atau kesempatan, dan yang
dilakukan secara perorangan atau gabungan (Mcpherson dalam Hidayatullah 2008:
5).
Seperti halnya bermain, permainan
biasanya bersifat terstruktur dan memiliki hasil yang dapat diprediksi. Anak
bermain permainan dalam fikirannya memiliki tujuan tertentu. Anak tidak
memiliki kebebasan yang luas untuk mengikuti gerak hati dan lebih terbatas
karena perilakunya menjadi bagian untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Di
dalam permainan, anak meletakkan keterbatasan-keterbatasan pada dunia bermain
dan mengubah bermain menjadi suatu pertunjukkan kontes (contest).
Batasan-batasannya meliputi
batas-batas tempat dan waktu, mengikuti aturan, dan tujuan-tujuan yang
dinyatakan dengan jelas. Permainan dimainkan dengan membutuhkan banyak
keterikatan dan banyak energy, lebih kuat dan serius daripada bermain, dan
lebih memungkinkan memberikan penghargaan terhadap pemenuhan dan keberhasilan.
Oleh karena itu, permainan dapat didefinisikan sebagai aktifitas yang dibatasi
oleh aturan-aturan yang lengkap dan terdapat suatu kontes di antara para pemain
agar supaya menghasilkan hasil yang dapat diprediksi. Dengan kata lain bahwa
permainan adalah kontes sukarela yang didasari peraturan dan tujuan-tujuan yang
dinyatakan dengan jelas. Morris, dkk (dalam Hidayatullah 2008: 5).
2.
Perkembangan Bermain
Mildred Partten (dalam
Tedjasaputra, 2001: 21-23) menyoroti kegiatan bermain sebagai sarana
sosialisasi dan mengamati ada enam bentuk interaksi antar anak yang terjadi
saat mereka bermain. Pada keenam bentuk kegiatan bermain tersebut terlihat
adanya peningkatan kadar interaksi sosial, mulai dari kegiatan bermain sendiri
sampai bermain bersama. Tahapan perkembangan bermain yang mencerminkan tingkat
perkembangan sosial anak adalah sebagai berikut:
a. Unoccuppied Play (tidak benar-benar
terlibat dalam kegiatan bermain)
b.
Solitary Play (bermain
sendiri)
c.
Onlooker Play (pengamat)
e.
Assosiative Play (bermain
asosiatif).
f.
Cooperative Play (bermain
bersama)
Cooperative Play atau
bermain bersama, ditandai dengan adanya kerjasama atau pembagian tugas
antara anak-anak yang terlibat dalam permainan untuk mencapai satu tujuan
tertentu. Misalnya bermain dokter-dokteran. Kegiatan bermain bersama teman
sebenarnya merupakan sarana untuk anak bersosialisasi atau bergaul serta
berbaur dengan orang lain. Dari beberapa perkembangan bermain, peneliti akan
menggunakan salah satu perkembangan yaitu bermain bersama (cooperative play).
Dalam tahapan perkembangan bermain
anak, peneliti hanya akan menggunakan salah satu tahapan perkembangan bermain
yaitu bermain bersama (cooperative play).
Menurut Catron dan Allen (dalam
Mutiah, 2010: 149) aspek-aspek perkembangan bermain yakni meningkatkan
kompetensi sosial, bermain mendukung perkembangan sosialisasi dalam hal-hal
berikut:
a.
Interaksi sosial, yakni
interaksi dengan teman sebaya, orang dewasa, dan memecahkan konflik.
b.
Kerjasama, yakni interaksi saling
membantu, saling berbagi, dan pola bergiliran.
c.
Menghemat sumber daya,
yakni menggunakan dan menjaga benda-benda dan lingkungan secara tepat.
d.
Perduli terhadap orang
lain, seperti memahami dan menerima pebedaan individu, memahami masalah multi
budaya.
3.
Fungsi Bermain
Menurut Moeslichatoen (2004: 33)
fungsi bermain bagi anak TK sesuai dengan pengertian bermain yang merupakan
tuntutan dan kebutuhan bagi perkembangan anak usia TK, menurut Hartley, Frank
dan Goldenson (dalam Moeslichatun 2004: 33) ada 8 fungsi bermain bagi anak:
a.
Menirukan apa yang
dilakukan oleh oaring dewasa. Contohnya, meniru Menirukan apa yang dilakukan
oleh orang dewasa. Contohnya, meniru ibu memasak di dapur, dokter mengobati
orang sakit, dan sebagainya.
b.
Untuk melakukan
berbagai peran yang ada di dalam kehidupan nyata seperti guru mengajar di
kelas, sopir mengendarai bus, petani menggarap sawah, dan sebagainya.
c.
Untuk mencerminkan
hubungan dalam keluarga dan pengalaman hidup yang nyata. Contohnya ibu
memandikan adik, ayah membaca Koran, kakak mengerjakan tugas sekolah, dan
sebagainya.
d.
Untuk menyalurkan
perasaan yang kuat seperti memukul-mukul kaleng, menepuk-nepuk air, dan
sebagainya.
e.
Untuk melepaskan
dorongan-dorongan yang tidak dapat diterima seperti berperan sebagai pencuri,
menjadi anak nakal, pelanggar lalu lintas, dan lain-lain.
f.
Untuk kilas balik
peran-peran yang biasa dilakukan seperti gosok gigi, sarapan pagi, naik
angkutan kota, dan sebagainya.
g.
Mencerminkan
pertumbuhan seperti pertumbuhan misalnya semakin bertambah tinggi tubuhnya,
semakin gemuk badannya, dan semakin dapat berlari cepat.
h.
Untuk memecahkan
masalah dan mencoba berbagai penyelesaian masalah seperti menghias ruangan,
menyiapkan jamuan makan, pesta ulang tahun.
Menurut Hetherington & Parke di atas, Dworetsky
(dalam Moeslichatun 2004: 34) juga mengemukakan bahwa fungsi bermain dan
interaksi dalam permainan mempunyai peran penting bagi perkembangan kognitif
dan sosial anak. Fungsi bermain tidak saja dapat meningkatkan perkembangan
kognitif dan sosial, tetapi juga perkembangan bahasa, disiplin, perkembangan
moral, kreatifitas, dan perkembangan fisik anak.
Beberapa fungsi
bermain yang lain akan dibicarakan di bawah ini:
a.
Mempertahankan Keseimbangan
Kegiatan bermain dapat membantu
penyaluran kelebihan tenaga. Setelah melakukan kegiatan bermain anak memperoleh
keseimbangan antara kegiatan dengan menggunakan kekuatan tenaga dan kegiatan
yang memerlukan ketenagaan. Bermain juga memberikan penyaluran dorongan emosi
secara aman, misalnya melepaskan dorongan-dorongan yang tidak dapat diterima
dalam kehidupan nyata. Dalam situasi bermain anak dapat berkhayal mejadi
seorang presiden, seorang polisi, sopir, ayah/ibu, bahkan menjadi pencuri,
pemberontak, dan sebagainya.
b.
Menghayati Berbagai
Pengalaman yang Diperoleh dari Kehidupan.
Sehari-hari Anak yang bermain seolah-olah ia
sedang dalam perjalanan kereta api atau melakukan jual beli, atau sedang
menyuntik pasien, mengatur meja makan, atau membersihkan rumah, adalah kegiatan
bermain yang didasarkan pada penghayatan terhadap peristiwa-peristiwa yang
dialaminya dalam kehidupan sehari-hari.
Meskipun anak berpura-pura memerankan
seorang ibu/ayah, perawat, atau sopir truk, namun sebenarnya kegiatan tersebut
merupakan upaya untuk mempersiapkan anak melaksanakan peran tersebut kelak..
d.
Menyempurnakan
Keterampilan-keterampilan yang Dipelajari
Anak TK merupakan pribadi yang sedang
tumbuh. Dengan demikian anak selalu berusaha menggunakan kekuatan tubuhnya. Hal
ini sejalan dengan pertumbuhan geraknya.
e.
Menyempurnakan
Keterampilan Memecahkan Masalah
Masalah yang dihadapi oleh anak
sehari-hari dapat bersifat masalah emosional, sosial, maupun intelektual. Anak dapat menggunakan kegiatan bermain sebagai sarana untuk
memecahkan persoalan intelektualnya.
f.
Meningkatkan
Keterampilan Berhubungan dengan Anak Lain
Melalui kegiatan bermain anak memperoleh
kesempatan untuk meningkatkan keterampilan bergaulnya seperti bagaimana
menghindari pertentangan dengan teman, bagaimana tidak memaksakan kehendak
kepada orang lain, berbagi kesempatan menuntut hak dengan cara yang dapat
diterima, mengkomunikasikan keinginan, dan bagaimana caranya mengungkapkan
perasaan serta kebutuhannya.
4.
Bermain Kucing dan
Tikus
Menurut Montolalu (2009: 4.35)
bermain Kucing dan Tikus salah satu permainan yang dilakukan secara berkelompok
yang sifatnya tidak terlalu formal. Dalam permainan ini, anak dibantu untuk
menyesuaikan diri, mengetahui perasaan dalam satu kelompok dan tiap anak harus
ikut aktif. Melalui bermain, anak akan semakin mahir bersosialisasi dengan
orang lain dan teman-teman sebayanya.
Dalam bermain
Kucing dan Tikus termasuk permainan yang memerlukan kerjasama di antara para
pemain dalam mengikuti dan menaati peraturan yang tegas dan prilaku-perilaku
bermain-permainan (game-play behaviors) yang lengkap.
5.
Tujuan Bermain Kucing
dan Tikus
Menurut Montolalu, dkk (2009: 4.35)
mengatakan bermain Kucing dan Tikus bertujuan:
a.
Anak mengetahui peraturan permainan yang
harus ditaati.
b.
Anak belajar menyesuaikan diri dengan
orang lain.
c.
Mulai memikirkan strategi bermain.
Dalam membina hubungan dalam
kelompok anak belajar untuk dapat berperan serta, dan meningkatkan hubungan
kelompok, meningkatkan hubungan antarpribadi, mengenal identitas kelompok, dan
belajar bekerja dalam kelompok. Di samping itu, anak belajar untuk mengikuti
jadwal dan pola kegiatan sehari-hari, mengadaptasi dengan hal-hal rutin
sekolah, serta mengenal peraturan dan pengharapan sekolah (Moeslichatun, 2004:
23).
Dalam kegiatan bermain kerjasama,
anak-anak akan terlibat di dalam kegiatan bermain bersama teman yang ditandai
oleh kerjasama. Terjadi pembagian tugas atau pembagian peran diantara mereka
untuk mencapai suatu tujuan (Rini Hildayani, 2008: 4.14).
6.
Macam-macam Cara
Bermain Kucing dan Tikus
Menurut Bambang Sujiono (2009:
10.6) anak-anak dijadikan dua kelompok, salah satu kelompok membuat lingkaran
sambil berpegangan tangan, sedangkan kelompok yang lainnyamenjadi tikusnya.
Kemudian, tunjukklah seorang untuk menjadi kucingnya. Anak-anak yang menjadi
tikus berada di dalam lingkaran. Apabila ada tanda mulai atau bunyi peluit maka
segera kucing mengejar tikus dan tikus lari menyelamatkan diri agar tidak
tertangkap oleh kucing. Apabila ada tikus tertangkap maka harus menjadi kucing
dan yang tadi menjadi kucing bertukar menjadi tikus. Setelah 5 sampai 10 menit,
anak-anak berganti kelompok, yang menjadi tikus membuat lingkaran, dan yang
tadinya menjadi lingkaran berubah menjadi kucing dan tikus.
Menurut Hidayatullah (2008: 22)
menjelaskan ada 5 macam cara dalam bermain kucing dan tikus yaitu:
1)
Kucing dan Tikus I
Dalam bangsal senam atau pada tempat
terbatas lain yang cukup luasnya. Salah satu anak ditunjuk sebagai kucing.
Anak-anak yang lain menjadi tikus dan bergerak bebas dalam tempat itu. Dengan
bunyi peluit guru, kucing mulai mengejar-ngejar tikus-tikus itu. Setelah ada 3,
atau sejumlah lain yang ditetapkan tertangkap, tikus yang tertangkap pertama
menjadi kucing. Tikus yang lari keluar batas karena takut tertangkap, dianggap
sebagai tertangkap.
Catatan:
(2). Jika jumlah anak terlalu
banyak dibuatkan 2 buah gelanggang, kucing gelanggang I dan kucing gelanggang
II dahulu-mendahului menangkap jumlah Tikus yang telah ditetapkan.
(3). Kucing yang lemah (kecil,
betina) harus diganti, biar pun belum dapat menangkap tikus.
2)
Kucing dan Tikus II (dalam lingkaran)
Dua pertiga jumlah anak membuat
lingkaran. Mereka berdiri biasa, tangan kebawah. Seorang anak dari yang
sepertiga menjadi kucing dan berdiri dulu diluar lingkaran. Dengan tepuk tangan
guru, kucing mulai mengejar-ngejar tikus. Baik kucing maupun tikus bebas keluar
lingkaran. Tikus yang lari lebih dari jarak 5 m dari lingkaran dianggap sebagai
tertangkap. Tikus yang tertangkap menjadi kucing dan kucing menjadi tikus.
Sesudah 1/3 waktu yang disediakan untuk permainan itu berakhir, kelompok baru
(1/3 yang lain) ber”aksi, hingga semua anak mendapat giliran sebagai tikus atau
kucing.
3)
Kucing dan Tikus III
Seperti Kucing dan Tikus II, hanya
anak-anak yang merupakan lingkaran (berposisi melingkar) berpegangan tangan.
Baik kucing maupun tikus tidak boleh dirintangi.
4)
Kucing dan Tikus IV
(1). Seperti Kucing dan Tikus II , akan tetapi
sekarang lingkaran boleh merintangi dengan jalan membungkukkan badan, hingga
tangan dan lengan menjadi rendah sekali. Lingkaran bebas untuk merintangi
kucing dan tikus.
(2). Dapat juga ditetapkan yang
boleh dirintang hanya sikucing.
5)
Kucing dan Tikus V
Dalam bangsal senam atau lapangan
terbatas, disediakan beberapa simpai dari rotan atau bambu. Di bangsal berubin
cukup diberi lingkaran dengan kapur. Lingkaran-lingkaran itu merupakan tempat
perlindungan bagi tikus dan hanya dapat dipergunakan oleh satu tikus. Jika
tempat perlindungan itu berisikan dua atau lebih, maka yang berhak atas
perlindungan itu adalah yang terakhir memasukinya. Jalan permainan seperti
Kucing dan Tikus I. Tikus yang berlindung tidak boleh ditangkap.
Dari macam-macam cara bermain
Kucing dan Tikus peneliti hanya menggunakan cara bermain menurut Hidayatullah
(2008: 22) yaitu cara bermain Kucing dan Tikus III, Kucing dan Tikus IV, dan
Kucing dan Tikus V yang menitikberatkan indikator dapat bergabung, terlibat
aktif dan dapat membina hubungan dengan teman dalam permainan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar